HALLEY-MINHO

Cari Blog Ini

Senin, 10 Januari 2011

Dari Emas Lembek Menjadi Emas Nyata



T
inja. Apa yang ada dibenak kalian ketika mendengar kata tersebut?? Tentu jawaban dari kita semua adalah jawaban yang pasti akan sama di jawab oleh semua orang,yaitu kotoran atau najis. Umumnya orang akan menjauhi tinja karena tinja itu merupakan najis dan hal yang menjijikkan. Selain itu,tinja juga menghasilkan bau yang tidak enak yang dapat membuat orang menjadi mual jika mencium baunya. Tapi apakah kalian pernah berfikir bahwa sesuatu yang menjijikkan ini dapat membuat seseorang mejadi sukses? Pertanyaan ini dapat dijawab oleh seseorang,yaituorang tersebut adalah Wahyu Susilo kelahiran Solo55 tahun yang lalu. Beliau sekarang menjadi seorang pengusaha sukses dalam bisnis sedot tinja.
Wahyu mengatakan bahwa bisnis sedot tinja yang dilakukannya sejak tahun 1975 itu adalah suatu bisnis yang dilakukan secara tidak sengaja. Pada awalnya hal ini bermula pada saat WC Wahyu mempunyai masalah,yaitu WC rumahnya sudah penuh dan mampat sampai-sampai tidak bisa digunakan lagi. Sehingga Wahyu memanggil tukang sedot tinja. Ketika itu,Wahyu merasa kebingungan karena tukang sedot tinja yang ia panggil tidak kunjung datang. Wahyu pun menunggu sampai kurang lebih satu minggu,tapi tukang sedot tinjanya tidak kunjung datang juga.
Berbagai usaha dan upaya telah dilakukan Wahyu untuk memanggil tukang sedot tinja. Bahkan,ia sampai merelakan untuk mengeluarkan uang tambahan agar tukang sedot tinja mau datang. Tapi,tetaptidak ada tukang sedot tinja yang datang. Lama-kelamaan kesabaran Wahyu habis karena tukang sedot tinja yang telah ditunggu-tunggu selama beberapa hari tidak kunjung datang. Karena sudah merasa tidak sabar lagi,akhirnya Wahyu memanggil tukang sedot WC tradisional untuk menguras septitank. “Kalau enggak,gimana saya kalau mau ke belakang?”,ujarnya kesal.
Tidak dapat disangka,peristiwa yang terjadi 27 tahun yang lalu ini ternyata adalah awal dari bisnis sedot tinjanya. Dari kejadian tersebut,Wahyu menyadari bahwa belum banyak orang yang menggeluti bisnis sedot tinja seperti ini. Di Surabaya,pada saat itu,memang hanya ada dua perusahaan yang melayani jasa penyedotan tinja. Melihat peluang yang masih terbuka lebar inilah,Wahyu memutuskan untuk terjun di usaha sedot tinja ini dengan asumsi bahwa dengan jumlah pemain sedikit dan permintaan banyak,pasti keuntungan dari usaha bisnis sedot tinja ini cukup besar.
Kemudian Wahyu mulai melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan imipannya tersebut.Wahyu mendatangi sopir sedot tinja yang pernah diberinya uang.Dia bertanya hal-hal yang berkaitan mengenai bisnis sedot tinja. Dari melihat-lihat truk tinja dan keterangan sopir yang ditanyainya,ia baru tahu bahwa modal yang dibutuhkan untuk membeli truk dan peralatan penyedot tinja ternyata tidak sedikit. Untuk membeli truk dan peralatan penyedot tinja paling tidak membutuhkan dana minimal sebesar Rp 11.000.000,-. Itu merupakan jumlah uang yang cukup besar untuk saat itu.“Darimana dan bagaimana caranya saya bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Saya ini kan hanya seorang sopir bemo”,pikirnya saat itu.
Meskipun begitu,Wahyu tidak mengurungkan niatnya untuk menekuni usaha penyedotan tinja ini. Wahyu tidak berputus asa demi mewujudkan impiannya dalam berbisnis di bidang ini. Kemudian,Wahyu menjual bemonya. Dari hasil menjual bemo dan ditambahkan dengan uang tabungan yang dia miliki,ternyata akhirnya terkumpul modal sebesar Rp 1.000.000,-. Dan ternyata dengan modal dana tersebut hanya cukup untuk membeli truk Thames buatan tahun 1950 dan peralatan sedot tinja yang telah diperbaiki. Truk tua dan peralatan tinja yang telah diperbaiki ini dibelinya dengan harga Rp 750.000,-. Tak hanya itu,untuk lebih memperlancar penerimaan pesanan/order,Wahyu juga memasang telepon dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 250.000,-. Sehingga total modal yang ia keluarkan menjadi Rp 1.000.000,-.
Dengan bendera PT Tinja,Wahyu mencatatkan perusahaanya sebagai perusahaan ketiga di Surabaya yang menerima pesanan/order dalam hal penyedotan tinja. Namun,karena modalnya yang pas-pasan,Wahyu terpaksa menjadi sopir sekaligus tukang sedot kaskus. Bahkan istrinya pun turut membantu dalam kelancaran bisnis yang digeluti suaminya ini.Istrinya bekerja dirumah yang merangkap sebagai kantor,untuk menerima dan mencatat order,kata Wahyu. Mungkin,karena belum banyak pesaing,order sedot tinja yang masuk ke PT Tinja terus-menerus mengalami kanaikan. Setiap hari,perusahaan ini rata-rata menerima 20 kali sedotan,sedangkan jumlah kotoran manusia yang disedotnya mencapai 40m3.
Karena banyaknya order yang masuk,tentunya membuat kantong Wahyu semakin tebal. Terbukti,hanya dalam waktu  satu tahun,ia mampu menambah armada truknya sampai tiga buah. Wahyu pun juga mulai mampu mempekerjakan pegawai. Sembilan tahun kemudian,lebih tepatnya pada tahun 1984,jumlah armada truknya telah mencapai 10 buah dengan kapasitas 60m3 tinja. Tetapi muncul masalah baru,yaitu kerisihan tetangga-tetangganya yang protes dan tidak setuju karena bau yang tidak sedap yang dtelah ditimbulkan,banyaknya lalat disekitar rumah mereka,dan hal-hal lain sebagainya yang diakibatkan karena tinja ini. Mereka merasa malu bertetangga dengan tukang sedot WC.
Karena banyak diprotes tetangga,Wahyu akhirnya memutuskan untuk pindah ke Jalan Mayjen Sungkono. Menempati tanah seluas 330m2,usaha Wahyu semakin lancar dan berkembang. Order penyedotan tinja seolah-olah tak pernah habis. Setiap hari,satu truk bisa mencapai 15 kali penyedotan. Kini,tidak hanya kotoran dari rumah ke rumah yang menjadi langganan Wahyu,hotel-hotel berbintang pun menjadi pelanggan PT Tinja. Karena semakin banyaknya orderan yang masuk ke PT Tinja,orang Surabaya pun mengenal Wahyu sebagai Raja Tinja.
Karena sering keluar masuk hotel berbintang,Wahyu mulai tertarik dengan bisnis perhotelan ini. Kemudian Wahyu membeli tanah dengan luas 1,2 ha di seberang PT Tinja untuk mewujudkan ketertarikannya. Dengan pembelian tanah ini,Wahyu mengawali bisnis hotelnya. Namun,niat untuk mendirikan hotel sempat terpendam yang disebabkan karena tidak memiliki cukup modal untuk menjalankan bisnis ini. Tetapi,keberuntungandatang kepada Wahyu. Ternyata Bank Bukopin menawari pinjaman.  Dengan modal pinjaman sebesar Rp 11 miliar dan tabungan Rp 2 miliar,akhirnya Wahyu dapat memiliki hotel bintang tiga dengan 154 kamar tidur. Satelit,adalah nama yang diberikan Wahyu untuk hotel yang didirikannya ini,merupakan akronim dari Sari Tinja Elit. Nama ini sengaja dipilih karena tak banyak orang percaya dengan niat Wahyu untuk membangun hotel tersebut. Dimana pada saat itu,banyak orang yang mengejek,mana bisa telek jadi hotel. Lagipula nama itu merupakan wujud cinta Wahyu pada tinja. Kini,di tengah bisnis hotel yang sedang muram,Hotel Satelit boleh dibilang tidak pernah sepi. Hotel Satelit ini pun bekerja sama dengan agen perjalanan wisata,yang menyebabkan tingkat hunian Satelit bertahan di angka 50%. Tidak puas berbisnis hotel,Wahyu ternyata berencana mendirikan sekolah perhotelan Satelit. Rencana lainnya,yaitu membangun pabrik pupuk yang memakai bahan baku tinja.
Ternyata menjadi pengusaha yang sukses seperti sekarang jauh dari angan-angan seorang Wahyu Susilo. Karena,sebelum menjadi pengusaha tinja,Wahyu Susilo yang merupakan lulusan Sekolah Pelayaran Surabaya ini Cuma pegawai rendahan di perusahaan pelayaran Djakarta Dloyd. Disitu,ia hanya menjadi pekerja kasar dengan banyak pekerjaan,bisa disebut pekerja serabutan. Wahyu jug tak pernah bermimpi menjadi usahawan ketika pension muda dari Djakarta Dloyd. Bahkan,pria kelahiran Solo 55 tahun yang lalu ini terpaksa menjadi sopir bemo untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Tapi,Wahyu tak pernah putus asa ataupun mengeluh. Di usianya yang tak muda lagi,Wahyu meneruskan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Kartini dan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi. Bersama Yulia,perempuan yang dinikahinya 28 tahun yang lalu,Wahyu berencana akan mewariskan kerajaan bisnis sedot tinjanya kepada anak tertua yang baru berusia 19 tahun.

1 komentar: